Latar Belakang Organisasi Budi Utomo
Latar belakang pembentukan organisasi Budi Utomo datang dari
Dr. Wahidin Sudirohusodo. Ia adalah seorang dokter Jawa yang berasal dari
Surakarta. Ia adalah orang yang dulunya dengan giat menyebarkan cita-cita
pendirian organisasi.
Ia ingin agar di daerah Jawa memiliki sebuah perkumpulan
yang bertujuan untuk memajukan pendidikan. Selain itu, tujuan perkumpulan
tersebut adalah membiayai anak-anak yang tidak bisa bersekolah tetapi memiliki
potensi dan kemauan. Gagasan tersebut disambut oleh para pelajar asal STOVIA,
Batavia, terutama oleh Soeradji, Gondwana dan Soetomo.
Setelah melalui serangkaian diskusi, pada tanggal 20 Mei
1908, didirikanlah sebuah perhimpunan. Perhimpunan tersebut diberi nama Budi
Utomo. Ada Sembilan orang yang masuk ke dalam pendiri tokoh organisasi budi
Utomo.
Akan tetapi, dalam perjalanannya banyak tokoh yang bergabung
di organisasi Budi Utomo. Seperti Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara),
Tjipto Mangoenkoesoemo, Tirto Adhi Soerjo, Raden Adipati Tirtokoesoemo,
Pangeran Noto Dirodjo dan seterusnya.
Organisasi Budi Utomo memiliki peran penting dalam mengawali
era pergerakan nasional pada saat itu. Ini sebelum munculnya beberapa
organisasi lainnya. Organisasi Budi Utomo berakhir pada tahun 1935, setelah
perhimpunan ini melebur ke dalam Partai Indonesia Raya atau Parindra dibawa
pimpinan Soetomo.
Tokoh Pendiri Organisasi Budi Utomo
Budi Utomo adalah sebuah organisasi pada awal dari
pergerakan yang terjadi di Indonesia. Budi Utomo adalah organisasi modern
pertama yang berdiri di Indonesia. Pendiri organisasi Budi Utomo didirikan oleh
pelajar dari STOVIA atau School tot Opleiding van Inlandsche Artsen.
Organisasi Budi Utomo ini menjadi sebuah wadah dalam
perjuangan. Tujuannya untuk membebaskan rakyat dari kesengsaraan yang ada.
Organisasi ini didirikan oleh 9 tokoh.
Ke-9 tokoh tersebut antara lain adalah Soetomo, Mochammad
Saleh, Mohammad Soelaiman, Goenawan Mangoenkoesoemo, Gondo Soewarno, R. Angka
Prodjosoedirdjo, Mas Goembrek, Soewarno dan Soeradji Tirtonegoro.
1. Soetomo
Soetomo memiliki nama asli Soebroto. Lahir di Nganjuk, Jawa
Timur pada tanggal 30 Juli 1888. Dilansir dari buku karya Angkasa, yang
berjudul Riwayat Hidup dan Perjuangan dr Soetomo (1960)
Soetomo adalah seorang dokter. Di samping menjadi dokter, Soetomo aktif di
dalam bidang politik.
Setelah itu, Soetomo mendirikan sebuah perkumpulan. Nama
perkumpulan tersebut adalah Budi Utomo. Selain sebagai perkumpulan, Budi Utomo
dijadikan sebagai organisasi pelajar.
Pasalnya, pada saat itu Belanda sangat melarang segala macam
organisasi yang berbau politik. Itulah sebabnya Budi Utomo dijadikan sebagai
organisasi pelajar. Setelah lulus dari STOVIA tahun 1911, Soetomo lanjut
bekerja sebagai dokter yang harus berpindah tempat ketika bertugas.Selain
organisasi Budi Utomo, Soetomo juga mendirikan organisasi lain. Organisasi
tersebut adalah ISC atau Indonesische Studie Club. Di dalam organisasi tersebut
melahirkan sekolah tenun, koperasi, bank kredit dan lain sebagainya.
Soetomo kemudian wafat pada tanggal 30 Mei 1938. Ia
meninggal di usia 50 tahun karena terlalu sibuk dengan berbagai kegiatan
organisasinya. Akibatnya, kondisi fisiknya terus menurut dan meninggal.
2. Mochammad Saleh
Mochammad Saleh lahir pada tanggal 15 Maret 1888 di
Kecamatan Simo, Boyolali Jawa Tengah. Ia merupakan dokter pertama yang
diberikan sebuah wewenang oleh Pemerintahan Indonesia. Mochammad Saleh
ditugaskan untuk menjadi pemimpin sebuah rumah sakit umum yang ada di kota
Probolinggo. Dalam menjalankan tugasnya, ia dibantu oleh Dr. Peter dari Swiss
dan Dr. Sardadi.
“Setia dan pendiam”, itu adalah kesan dari Soetomo, mengenai
Mochammad Saleh. Mochammad Saleh adalah orang yang selalu bekerja menurut apa
yang diputuskan oleh rapat. Ia mengatur urusan rumah tangga secara tertib.
Hal itu membuat hasil pekerjaan organisasi Budi Utomo selalu
beres dan maju. “Orang tidak mengetahui kesukaran yang ada di dalam perjalanan
kita.” Kalimat itu diucapkan oleh Soetomo.
Mochammad Saleh adalah seseorang yang selalu bekerja kelas.
Akan tetapi, tetap senantiasa lemah lembut. Baik di dalam tingkah lakunya
maupun di dalam tutur katanya yang manis.
Mochammad Saleh mengabdikan dirinya untuk bekerja sebagai
seorang dokter swasta di daerah Probolinggo. Perangai yang sudah melekat pada
dirinya yang membuatnya memiliki pengaruh besar. Hal itu juga menjadi alasan ia
dicintai oleh para masyarakat sekitarnya. Mochammad Saleh meninggal pada
tanggal 2 Maret 1952, ketika berusia 63 tahun.
3. Mohammad Soelaiman
Mochammad Soelaiman lahir pada tahun 1886 di Grabag,
Kemutihan, Purworejo, Jawa Tengah. Semasa kecil, ia dipanggil Sleman. Ayahnya
adalah Sonto Wirok atau Sonto Suwondo, seorang ketib. Dapat juga dikatakan
bahwa ayahnya adalah seorang pemuka agama
Ayahnya sering berdakwah dari satu desa ke desa lainnya,
sampai wilayah Banyumas. Ayahnya wafat ketika Soelaiman masih kecil. Hal itu
membuatnya hidup bersama kedua adiknya di bawah asuhan sang ibu.
Wawasan hidup yang sederhana sudah terpatri erat di dalam
sanubari Soelaiman. Soelaiman adalah orang yang menghormati orang lain dan
hormat kepada orang yang lebih tua dan sesamanya. Itulah yang membuat ia dekat
dengan berbagai kalangan.
Soelaiman lulus dari ELS atau Europeesche Lagere School pada
usia 16 tahun. Ia menyadari bahwa kungkungan masyarakat kolonial hanya bisa
ditembus dengan peningkatan kualitas dari manusia Jawa. Peningkatan kualitas
tersebut didapatkan dari pendidikan.
Berdasarkan hal itu, ia mantap untuk masuk ke STOVIA atau
School Tot Opleiding van Indlansche Artsen pada tanggal 1 Maret 1903. Ia
meninggalkan Purworejo dan masuk ke Weltevreden, Batavia. Ia dikenal sebagai
seseorang yang sangat cerdas, bahkan dijuluki en lopende woordenboek atau
sebuah kamus berjalan.
Soelaiman juga sering terlibat diskusi mengenai kebangsaan
dan gejolak sebuah pergerakan. Itulah yang membuatnya tercatat sebagai salah
satu pendiri organisasi Budi Utomo sebagai wakil ketua. Ketika kongres pertama
organisasi Budi Utomo tanggal 3 sampai 5 Oktober 1908 di Yogyakarta, Soelaiman
pun ikut hadir dan berpartisipasi.
4. Goenawan Mangoenkoesoemo
Goenawan Mangoenkoesoemo adalah salah satu sahabat dekat
dari Soetomo. Bahkan, keduanya tak bisa dipisahkan, terlebih dalam hal
kaitannya dengan pendirian dari organisasi Budi Utomo. Goenawan menjabat
sebagai sekretaris di dalam organisasi Budi Utomo.
Ia dinilai sangat konsisten pada pendiriannya. Bahkan, ia
menjadi penggerak sekaligus motivator dari organisasi Budi Utomo tersebut. di
dalam kegiatan berorganisasi, Goenawan memiliki jiwa pekerti serta rasa dalam
berbahasa.
Hal adalah salah satu alasan organisasi Budi Utomo
diapresiasi dengan baik. Baik dengan kawan maupun lawan. Goenawan dikenal
sebagai sosok yang menggemari kemerdekaan dan keadilan. Persamaan dari
semangat, visi, pandangan politik serta penjelasannya selalu selaras dan cocok
dengan pandangan sahabatnya, yaitu Soetomo. Semua orang telah mengakui bahwa
Goenawan memiliki kemampuan dalam meyakinkan orang atas gagasan dan pendapat
yang diberikan olehnya. Semua ide-ide, pendapat dan gagasan yang ia kerjakan
demi kemajuan organisasi Budi Utomo.
5. Gondo Soewarno
Gondo Soewarno sering dipanggil Soewarno. Ia lahir di
Boyolali, pada 1887. Soewarno masuk ke dalam pendidikan STOVIA pada tanggal 25
Januari 1902. Kemudian ia lulus pada tanggal 20 September 1910.
Pada awal pendirian organisasi Budi Utomo, Soewarno mendapat
jabatan sebagai sekretaris sementara di organisasi Budi Utomo. Ia mengeluarkan
dua pernyataan tentang organisasi Budi Utomo. Akan tetapi, tidak ada satupun
dibubuhi tanggal, kapan dikeluarkannya pernyataan tersebut.
Pernyataan pertama, yaitu yang bertajuk “Kemajuan Bagi
Hindia”. Hal itu muncul di dalam koran Belanda, Bataviaasch Nieuwsblad.
Pernyataan tersebut dirilis di dalam koran pada tanggal 17 Juli 1908.
Kemudian disusul di dalam koran De Locomotief, pada tanggal
24 Juli 1908. Pernyataan kedua dari Soewarno ini bertajuk “Surat Edaran”, ini
diterbitkan di dalam mingguan Belanda Java Bode, pada tanggal 7 September 1908.
Pernyataan tersebut keluar pada tangga; 5 September 1908.
Soewarno adalah sosok yang dikenal pendiam. Bahkan lebih
pendiam dibandingkan Soerdji dan Mochammad Saleh. Akan tetapi, dibalik sifat
pendiamnya tersimpan kekuatan besarnya sebagai pemikir.
Soewarno adalah orang yang mahir dalam menulis dan berbicara
dalam bahasa Belanda. Kemahiran utamanya adalah dalam bidang seni. Berbagai
kemahiran yang dimilikinya tentu saja bermanfaat untuk organisasi Budi Utomo.
6. R. Angka Prodjosoedirdjo
Angka Prodjosoedirdjo atau Dokter Angka lahir pada Selasa
Kliwon, tanggal 13 Desember 1987. Ayahnya merupakan asisten wedana atau camat
di Madukara, Banyumas yang bernama Prodjodiwirjo. Ketika masa kanak-kanak, ia
dititipkan kepada orang tua ibunya, yaitu eyang R. Santadiredja.
Kemudian Dokter Angka bersekolah di HIS atau Holland
Indische School selama tujuh tahun. Selama masa sekolah, ia mendapatkan
prestasi yang bagus. Hal itu membuatnya melanjutkan sekolah ke Hoogere Burger
School atau HBS, selama kurang lebih 5 tahun.
Setelah itu ia melanjutkan sekolah pendidikan dokter
bumiputera di School Tot Opleiding van Indlansche Artsen atau STOVIA. Dokter
Angka selalu mengabdikan diri sebagai pendidik dan dokter rakyat.
Pada tahun 1967 Dokter Angka kemudian menyempatkan untuk
menulis silat mengenai pendirian organisasi Budi Utomo. Ia menulis surat untuk
menjawab surat dari Prof. Sardjito yang mengatakan bahwa organisasi Budi Utomo
didirikan oleh pelajar dari STOVIA, sesuai dengan kejadian yang ia saksikan
pada tanggal 20 Mei 1908.
Dokter Angke meninggal di Purwokerto, pada tahun 1975. Saat
itu ia meninggal pada usia 88 t ahun. Kemudian ia dimakamkan di Pesarean
keluarga.
7. Mas Goembrek
Goembrek lahir pada tanggal 28 Juni 1885, hal itu sesuai
dengan perhitungan tarikh Jawa. Ibunya bernama Raden Ajeng Marsidah dan Ayahnya
bernama R. M. Padmokoesoemo. Nama Goembrek berasal dari salah satu wuku di
dalam kalender Jawa.
Wuku ke enam yang biasa disebut dengan Gumbreg. Goembrek
menghabiskan masa kecilnya sampai menjelas sekolah di daerah Kebumen. Ia juga
mengikuti ayahnya yang diangkat menjadi Wedana Kebumen pada tahun 1886 – 1897.
Ia bersekolah di Europeesche Lagere School yang terdapat di ibukota Karesidenan
Purworejo, saat itu ia mondok di tempat pakdenya, yang merupakan Bupati
Purworejo R. M. T. Tjokronegoro III.
Kemudian pada tahun 1901 Goembrek menyelesaikan
pendidikannya di ELS. Pada saat itu, ayahnya ingin Goembrek menjadi seorang
pangreh praja. Hal itu karena pada masa itu, pendidikan dokter bukanlah hal
istimewa bagi orang tua kalangan pangreh praja.
Ada hal-hal lain pula yang menjadikan pendidikan dokter
tidak banyak diminati. Seperti letak geografis yang cukup jauh, biaya sekolah
dan pemondokan yang tinggi, serta ketidakpastian akan kesuksesan pada masa
depan seorang dokter. Hal-hal seperti itu menjadi oertimbangan ayah Gombrek.
Lain halnya dengan menjadi pangreh praja. Hanya dengan
mengikuti ujian klein ambtenaar atau pegawai rendah. Pada masa itu, anak dan
cucu keturunan bupati serta status sosialnya akan terjamin.
8. M. Soewarno
Tidak banyak hal-hal yang terekam mengenai M. Soewarno.
Menurut catatan, M. Soewarno lahir pada tahun 1886 di Kemirie. Ia masuk ke
dalam STOVIA pada tanggal 6 Februari 1901. Kemudian lulus pada tanggal 10
September 1910.
Semasa menempuh pendidikan di STOVIA, M. Soewarno aktif di
dalam sebuah pergerakan. Ia melakukannya bersama dengan teman sesama pelajar di
sekolah kedokteran pribumi pada masa itu. Kemudian ia termasuk salah satu
pendiri organisasi Budi Utomo.
Di antara teman-teman lainnya, M. Soewarno adalah angkatan
pelajar yang masuk lebih awal. Di dalam kepengurusan organisasi Budi Utomo,
nama M. Soewarno tercatat sebagai seorang komisaris atau pembantu umum. Ia
bertugas bersama komisaris lainnya, seperti Soeradji, Mochammad Saleh dan
Goembrek.
9. Soeradji Tirtonegoro
Tokoh pendiri kesembilan organisasi Budi Utomo adalah
Soeradji Tirtonegoro. Dilansir dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia, Soeradji adalah salah satu pelajari di STOVIA yang mahir
dalam berbahasa Jawa. Selain itu, ia juga sebagai perantara antara pelajar yang
aktif di organisasi Budi Utomo dengan masyarakat.
Masyarakat yang dimaksud adalah masyarakat bumiputera yang
hanya dapat menggunakan bahasa Jawa untuk kesehariannya. Soeradji adalah orang
yang mengusulkan dua nama untuk perkumpulannya. Nama pertama yang diusulkan
adalah Eko Projo.
Nama kedua yang diusulkan adalah Budi Utomo. Setelah itu,
Soetomo memilih nama Budi Utomo untuk nama organisasinya. Salah satu tokoh di
organisasi Budi Utomo ini lahir pada tahun 1887, di desa Uteran, Kabupaten
Ponorogo.
Ayah Soeradji adalah Tirtodarmo, ia merupakan seorang pensiunan
guru kepala Sekolah Rakyat. Sama seperti Soetomo, Soeradji berhasil menjadi
seorang dokter. Setelah itu ia ikut dalam perjuangan kemerdekaan bangsa
Indonesia.
Selain itu, ia adalah orang yang peduli pada hal-hal yang
berbau kemanusiaan. Pada tanggal 17 September 1946, ia mendirikan sebuah
organisasi. Organisasi tersebut bernama Palang Merah Indonesia atau PMI.
Palang Merah Indonesia ini didirikan di daerah Klaten, Jawa
Tengah. Berkat jasa-jasanya dan pengabdiannya pada rakyat, Soeradji mendapatkan
sebuah gelar. Gelar tersebut adalah Raden Tumenggung Tirtonegoro. Kemudian ia
meninggal pada tanggal 13 Desember 1959, dan dimakamkan di Mlati, Yogyakarta.
Tujuan Organisasi Budi Utomo
Organisasi Budi Utomo menggelar kongres pertama pada Oktober
1908, di Yogyakarta. Tujuan didirikannya organisasi Budi Utomo ini tercetus di
dalam kongres pertama ini. tujuannya adalah untuk menjadi kehidupan sebagai
bangsa yang terhormat. Fokus dari pergerakan organisasi ini dalam bidang
pengajaran, pendidikan, dan kebudayaan.