Latar Belakang Pendirian
Pendirian latar belakang didirikannya SDI tahun 1911 oleh H. Samanhudi di Solo adalah karena adanya keinginan untuk memajukan kepentingan ekonomi para pedagang Islam di Indonesia. Pada saat itu para pedagang keturunan Tionghoa telah lebih dulu maju usahanya dibandingkan milik pribumi. Sehingga para pedagang Tionghoa memiliki status yang lebih tinggi dari penduduk Hindia Belanda lainnya. Di bawah pimpinan Haji Samanhudi, SDI berkembang pesat dan menjadi organisasi paling berpengaruh pada waktu itu. Pada 1912, di Surabaya, H.O.S. Tjokroaminoto juga mendirikan organisasi yang sama. Tjokroaminoto masuk ke organisasi Sarekat Islam bersama dengan Hasan Ali Suharti. Tjokroaminoto kemudian diberikan kepercayaan menjadi pemimpin baru dari Sarekat Dagang Islam, ia pun mengubah nama organisasi tersebut menjadi Sarekat Islam. Perkembangan Sarekat Islam didirikan dengan tujuan untuk menggalang kerjasama di antara para pedagang Islam demi memajukan perdagangan mereka dan mampu menyaingi para pedagang asal China. Sarekat Islam menjadi organisasi ternama yang identik dengan gerakan nasionalis, demokratis, religius serta ekonomis. Hanya dalam waktu singkat, Sarekat Islam dapat berkembang hingga menyebar ke seluruh lapisan masyarakat. Perkembangannya tidak terbatas di Pulau Jawa saja. Sarekat Islam dimaksudkan untuk membela kepentingan pedagang-pedagang Indonesia dari ancaman para pedangang China. Pada proses pelaksanaannya pun tidak terlihat adanya gerakan politik yang terjadi. Sarekat Islam memperjuangakan hak-hak sesungguhnya yang ada di bidang politik. Sarekat Islam memperjuangkan keadilan tanpa menyerah serta menekan adanya penindasan yang dilakukan oleh pemerintah Belanda. Kehadiran Sarekat Islam di antara para masyarakat juga sudah sangat dinantikan, karena mereka membutuhkan wadah untuk menyalurkan aspirasi rakyat Indonesia. Pada Januari 1913, di Surabaya, Sarekat Islam menegaskan bahwa organisasi ini bukanlah sebuah partai politik. Sarekat Islam terbuka untuk bangsa Indonesia. Namun, untuk menjaga agar Sarekat Islam tetap menjadi organisasi rakyat, dilakukan pembatasan terhadap masuknya pegawai negeri sebagai anggota. Baca juga: Dwifungsi ABRI: Sejarah dan Penghapusan Lihat Foto Logo Sarekat Islam(-) Perpecahan Setelah Sarekat Islam berjaya di Indonesia, organisasi ini mulai mengalami perpecahan karena adanya perbedaan suasana kehidupan politik setelah tahun 1929. Sarekat Islam telah terkena pengaruh komunis yang diperkenalkan oleh Hendrio Joshepus Maria Sheevliet pada 1913. Satu tahun setelahnya, 1914, Sheevliet bersama Adolf Baars mendirikan Indische Social Democratische Vereenihing (ISDV) di Semarang. Tujuan dari ISDV sendiri yaitu untuk menyebarkan paham Marxis. Namun, anggota ISDV tidak memiliki hubungan dekat dengan rakyat, sehingga mereka pun berniat untuk mencoba memasuki Sarekat Islam Semarang yang dipimpin oleh Semaun. Semaun sendiri tidak menyetujui jika Sarekat Islam harus mengirimkan wakilnya ke dalam Volksraad (Dewan Perwakilan Rakyat). Perlahan-lahan pengaruh Semaun pun semakin besar dalam Sarekat Islam yang kemudian menimbulkan perpecahan. Perpecahan pada Sarekat Islam terbagi menjadi dua bagian, yaitu SI Merah dan SI Putih. Perpecahan ini terjadi lantaran adanya agitasi dari para golongan komunis melalui tokoh Semaun dan Darsono ke dalam organisasi SI. SI Putih sendiri adalah organisasi yang berhaluan kanan, diketuai oleh Tjokroaminoto, sedangkan SI Merah berhaluan kiri dipimpin oleh Semaun dari Semarang. SI Merah ini menentang adanya pencampuran agama dan politik dalam organisasi Sarekat Islam. Celah yang terjadi antara SI Merah dan SI Putih pun semakin meluas saat keluarnya pernyataan dari PKI yang menentang adanya Pan-Islamisme. Referensi: Kahin, George McTurnan. (1952). Nationalism and Revolution in Indonesia. New York: Cornell University Press. Yasmis. (2009). Sarekat Islam dalam Pergerakan Nasional Indonesia (1912-1927).